Hosting Unlimited Indonesia

May 13, 2020

Memahami Pendidikan Imani Yang Lebih Mendalam Tentang Lai-Latul-Qadr

Pendidikan Imani Tentang Lai-Latul-Qadr

Bismillahirrahmannirrahiim.
Sampai hari ini, kita tengah menjalani 10 hari terakhir ibadah shaum ramadhan tahun 1425 H. Saat-saat 10 hari terakhir, merupakan hari-hari yang istimewa yakni hari-hari yang menentukan untuk pembebasan seseorang dari ancaman panasnya api neraka. Di sini, kaum muslimin umumnya mengetahui bahwa pada sepuluh malam terakhir terdapat satu malam yang istimewa, penuh berkah yang disebut lai- latul-qadr.


Namun demikian, tidak sedikit kaum muslimin masih bertanya- tanya apakah malam lai-latul-qadr itu seperti halnya dijumpai dalam Al-Quran Surat Al-Qadr: Wamaa addraakamaa lailatul qadr(i) ? Lalu pengalaman hidup seperti apakah yang bisa kita timba sehubungan dengan lai-latul-qadr tersebut? Mengapa dikatakan Lailatul qadri khoirum minalfisyahri(n): lai-latul-qadr lebih utama dari 1000 bulan?

Allah Swt. menerangkan malam istimewa itu secara lengkap melalui firmanNya dalam Al-Quran Surat Al-Qadr (97): (1) Innaa ‘angjalnaahu fiilailatil qadr(i: Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan, yaitu lai-latul-qadr. (2) Wamaa addraakamaa lailatul qadr(i: Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? (3) Lailatul qadri khoirum minalfisyahri(n: Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan (4) Tanajjalul malaaaikatu warruuhu fiiha. Biidzni rabbihim minkulli amri(n): Pada malam itu turun malaikat-malaikat danmalaikat Jibril dengan izin Allah untuk mengatur segala urusan. (5) Salaamun hya hattaa mathla’il fadjr(i): Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbit fajar.

Kalau saja kita mau hitung (menurut ukuran manusia), 1000 bulan itu kurang lebih 83 tahun dan rentang waktu 83 tahun itu sebanding dengan umur rata-rata tingkat pengharapan hidup bangsa yang telah maju seperti orang-orang Jepang. Perhitungan itu kalau saja dimulai sehabis waktu maghrib (kurang lebih jam 18.00) hingga fajar menyingsing (kurang lebih jam 04.00) pagi hari, maka lamanya sekitar 10 jam. 

Coba kita bayangkan durasi 10 jam (inipun tentu tidak sepenuhnya) bisa lebih istimewa dari seumur hidup (seseorang) untuk kurang lebih 83 tahun! Bukan main, bentuk pengalaman pendidikan semacam   apakah yang  terjadi   di   sini   sehingga bandingan waktu sedemikian istimewa: kurang lebih 10 jam saja setara dengan 83 tahun? Apakah memang karena lai-latul-qadr selalu disertai dengan turunnya para malaikat (beribu malaikat) ke bumi menjumpai kita secara langsung?

Saking pentingnya malam lai-latul-qadr, Rasulullah Saw. Mengingatkan para sahabatnya: Bulan ini telah hadir di tengah kalian. Padanya terdapat suatu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Barangsiapa terhalangi darinya berarti benar-benar telah terhalang dari kebaikan seluruhnya. Tidak ada orang yang terhalangi dari kebaikannya kecuali orang yang terhalangi (dari kebaikan) (HR Ibnu Majah).

Sangat disayangkan, tidak sedikit di antara kaum muslimin memandang dan mensikapi Lai-latul-qadr secara mitologis (kepercayaan yang sebenarnya keliru): bahwa pada malam yang disebut lailatul-qadr itu semua dedaunan dari tumbuhan dan hewan merunduk, tiada berangin, air sungai yang biasanya mengalir terdiam, tidak ada bunyi dan suara-suara dari binatang malam, sepi, sunyi laksana dalam kayangan! Sehingga, siapa yang mengalaminya keadaan demikian, lalu ia memperoleh bisikan-bisikan, yang bersangkutan mengajukan berbagai permohonan, dan permohonan-permohonan itu mereka percayai akan dikabulkan.

Prof. Hamka meberikan tafsiran atas Surat Al-Qadr di atas dalam tafsir Al-Azhar bahwa Lai-latul-qadr memiliki dua arti, yaitu sebagai malam kemuliaan dan sebagai malam penentuan. Mengapa dikemukakan sebagai malam kemuliaan? Karena pada malam itu merupakan malam permulaan diturunkannya Al-Quran. Innaa ‘angjalnaahu fiilailatil qodr(i): Sesungguhnya Kami telah menurunkan- nya (Al-Quran) pada malam kemuliaan.

Malam kemuliaan mengandung maksud bahwa memang  pada malam itu kemuliaan tertinggi (Al-Quran) dianugerahkan Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw. Malam itulah permulaan Malaikat Jibril menjelma di hadapan rasulullah di Gua Hiraa sebagaimana turun wahyu pertama berupa Surat Al-Alaq (96), di antaranya ayat 1 menyebutkan Iqra bismi robbikalladzi kholaq: Bacalah dengan menyebut nama Tuhan- mu yang menciptakan.

Wahyu pertama turun (sebagai landasan atas dimulainya syariah dalam kehidupan) menjelaskan bahwa kita diminta untuk membaca atau mengobservasi saja harus dengan nama Allah Swt, nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Di sini amat tegas bahwa Asma Allah harus disebut-sebut (hadir dalam hati), menyertai proses pencarian ilmu yang utamanya dilakukan melalui membaca atau observasi. 

Sebab, Allah-lah Yang Maha Pemurah, Yang Mengajari manusia akan ilmu itu, yakni apa yang tidak diketahui manusia. Jadi manusia sepintar apapaun tidak akan pernah sombong, karena Allahlah Yang Maha Menciptakan. Dengan kata lain, membaca tanpa menghadirkan nama Allah, sebenarnya sulit dibenarkan dan sangat mungkin hasilnya akan liar. Jangan heran, mengapa banyak orang pintar tapi hatinya tertutup akan kebenaran, karena sangat mungkin cara mereka membaca tidak menghadirkan nama Allah dalam hatinya.

Selanjutnya lailatul-qadr disebut sebagai malam penentuan, karena malam itu yakni malam dianugerahkannya Al-Quran mengandung makna bahwa ketentuan antara kufur dengan iman menjadi tegas; garis pemisah antara jahiliyah dengan Islam menjadi terang; antara syirik dengan tauhid jelas beda; antara bisikan jin/wangsit dan benar-benar rakhmat/hidayah tidak tersamar; dan antara hak dan yang batil memang suatu yang kontras. Syahru romadloonal ladzii unzila fiihil qur’an (u). Hudal linnasi wabayyinaati minal huda wal furqoon. (Al- Quran, Surat Al-Baqarah/2: 185). 

Bulan ramadhan adalah bulan di dalamnya diturunkan Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dan yang batil.

Peristiwa laitatul qadr, memang merupakan peristiwa luar biasa: Qur’an turun ke bumi; yang pada saat itu bumi manusia sedang dalam keadaan gelap, perikemanusiaannya jahil, bodoh, penuh permusuhan dan primitif. Allah Swt. 

Yang Maha Rakhman Rahim menganugerahkan bumi berupa Al-Qur’an sebagai pedoman yang mengeluarkan kegelapan menuju nur cahaya Illahi yang terang benderang. Al-Quran mereformasi kejahilan dengan meluruskan peradaban; Al-Quran mengubah kebodohan dan primitif menuju pencerahan dan modern.

Demikianlah di antara makna mengapa malam itu mengandung kemuliaan, kebesaran, penentuan atas kehidupan dan kesejahteraan. Dengan itu pula tidak perlulah kita terheran-heran dengan peringatan Allah Swt. 

Wamaa addraakamaa lailatul qadr(i). Dan sudahkah kamu tahu, apakah dia malam kemuliaan itu ? Allah sendiri menerangkan Lailatul qadri khoirum minalfisyahri(n). Malam kemuliaan itu lebih utama dari 1000 bulan.

Menurut ulama Al-Hafiz Ibnu Hajar yang dikutip Prof Hamka, menyatakan bahwa Lailatul-qadr itu sebenarnya hanya satu kali, yaitu
ketika mula-mula Al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.. Pemaknaannya bagi khatib sendiri lailatul-qadr sebagai kondisi yang absolut, tidak ada duanya, peristiwa seperti itu tidak akan pernah terulang dan tertandingi oleh bentuk pengalaman agamawi seseorang dari manapun dan oleh siapapun.

Adapun kenyataan semaraknya kaum muslimin beri’tikaf dan memperbanyak ibadat kepada Allah pada 10 malam terakhir, lebih-lebih di malam ganjil, terutama lagi di malam 27 ramadhan, pada dasarnya adalah bentuk-bentuk pengalaman Al-Quran itu sendiri. 

Dihubungkan dengan peristiwa menunggu-nunggu dan berharap adanya lai-latul-qadr, maka memperbanyak ibadat kepada Allah pada 10 malam terakhir, lebih-lebih di malam ganjil, terutama lagi di malam 27 ramadhan itu, adalah bentuk apresiasi seorang hamba Allah dan kaum muslimin dalam mencari makna dan memperdalam bahwa Lai-latul qadri khoirum minalfisyahri(n). Malam kemuliaan itu lebih utama dari 1000 bulan.

Bagaimana tidak ? Coba kita renungkan sejenak atas: Seseorang beri’tikaf di malam-malam sepuluh hari terakhir bulan ramadhan, di malam-malam ganjil, bertaubat memohon ampunan kepada Allah, berdzikir sebanyak-banyaknya menyebut Asma Allah, menempa dengan kuat ketauhidannya kepada Allah, rajin melakukan shalat malam, membaca dan memahami arti atau makna ayat-ayat Al-Quran secara terus-menerus, tentu saja bertambah-tambahlah keyakinannya; teguh dan semakin kokohlah keimananya kepada Allah Swt. 

Dan yakin pula bahwa Al-Quran benar-benar menjadi pedoman yang harus dipelajari seumur hidup; maka bisa saja malam itu bagi seorang hamba Allah itu demikian memiliki sejuta arti yang mendalam, menimbulkan perubahan yang besar bagi kehidupan yang dijalaninya di kemudian hari. 

Tidak apalah malam itu bagi dia (seorang hamba Allah) keutamaan malam ‘itikaf itu tidak lebih baik dari sekedar 500 bulan atau 600 bulan. Yang penting pendidikan imani semacam itu dapat menghantarkan keselamatan hidupnya sampai ke syurga di akhirat kelak.

Demikianlah pemahaman lailatul-qadr tidak lagi bersifat absolut akan mengenai setiap orang, laksana sinar bulan purnama yang menyinari siapa saja asal dia keluar rumah untuk menyaksikannya. Kalaupun mau ditunggu-tunggu dan seseorang berpendapat ada setiap tahunnya, lailatul-qadr itu peristiwanya menjadi relatif menyangkut pengalaman imani secara individual. 

Artinya, siapa menanam dia menuai, siapa beribadat ia yang dapat; siapa beramal ia berpahala; siapa merenung dia mendalaminya, siapa mengapresiasi secara intensif dia yang akan merasakan makna-makna yang dikandungnya. Lai-latul qadr, malam pendidikan imani yang selalu segar untuk dicari dan dimaknai secara lebih mendalam.

Read more...

Back To Top